Satronji atau nardasyir atau yang
dikenal di zaman sekarang dengan bermain catur merupakan adat dan kebiasaan
orang zaman modern untuk melakukannya. Bentuk permainannya tidak sebagaimana
dadu ataupun bermain kartu remi, akan tetapi lebih kepada permainan yang
menguras otak dengan mengatur siasat untuk dapat mengalahkan lawan dengan
beberapa icon yang diibaratkan sebagai dua buah kerajaan yang sedang melakukan
peperangan. Permainan catur ini telah diselenggarakan dalam beberapa
pertandingan olah-raga termasuk dalam olah raga tingkat dunia, Olimpiade yang
telah dimulai puluhan tahun yang lalu.
Hadits-hadits yang berkeanaan dengan catur
1. Dari Sulaiman bin Buraidah. Dari bapaknya r.a. katanya Nabi SAW
bersabda, "Siapa yang bermain permainan Nardasyir (sejenis catur), maka
seolah-olah dia melumuri tangannya dengan daging dan darah babi.".[1]
juga hadits yang berarti, "Barang siapa yang bermain dengan dadu berarti
ia telah durhaka terhadap Alloh dan rasul-Nya."
2.
"Terkutuk orang yang
main catur itu."
Adapun kedudukan hadits ini adalah maudhu'.
Dikeluarkan oleh ad-Dailami (IV/63) dari Ibad bin Abdus Shamad dari Anas yang
di-marfu'-kannya.
Syaikh La Albani sependapat, sanad ini
maudhu' dan kelemahannya karena adanya Ibad ini, yang oleh Imam Bukhari
dinyatakan mungkar periwayatannya. Kemudian, Ibnu Hibban menegaskan,
"Telah meriwayatkan dari Anas sekumpulan riwayat yang semuanya maudhu'."
Al-Hafizh as-Sakhawi mengatakan dalam
kitab Umdatul Muhtaj fi Hukmisy-Syathranj (I/9), "Imam an-Nawawi
ditanya tentangnya maka ia jawab tidak shahih."
Yang semisalnya adalah yang dikemukakan
oleh imam As-Sayuthi dalam kitabnya al-Jami' dari riwayat Abdan dan Abu
Musa serta Ibnu Hazm dari Habbah bin Muslim secara mursal, sambil
menambahkan "Dan orang yang melihat kearahnya bagaikan makan daging
babi." Al-Manawi mengatakan, "Habbah adalah seorang tabi'in yang
tidak dikenal kecuali dengan periwayatan ini," dan didalam kitab al-Mizan
dinyatakan, "Ini adalah riwayat mungkar."
Hadits ini, menurut Al Albani,
merupakan periwayatan Ibnu Juraij dari Habbah, dikatakan pada salah satu dari
kedua jalur sanad yang paling sahih darinya, namun keduanya dhaif. Telah
meriwayatkan hadits dari Habbah bin Muslim dan mempunyai dua kelemahan, mursal
dan keterputusan sanad.[2]
3. "Apabila kalian melewati mereka yang tengah bermain undi
nasib seperti catur, dadu, dan apa saja yang termasuk lahwun 'main-main' maka
janganlah kalian memberi salam kepada mereka. Dan, bila mereka memberi salam
kepada kalian, maka janganlah kalian balas salam mereka, karena apabila mereka
berkumpul menggelutinya, datanglah iblis --semoga Allah menghinakannya-- dengan
membawa tentaranyaseraya mengerumuni mereka. Dan, setiap ada orang yang
meninggalkan tempat catur ia memojokkannya, lalu datanglah malaikat dari
belakang seraya melotot terhadap mereka, dan merekapun (yakni iblis) tidak lagi
mendekati mereka (orang-orang yang berpaling dari permainan). Dan, para
malaikat tidak henti-hentinya mengutuk mereka hingga mereka berpisah dan
berpencar bagaikan anjing yang berkumpul berebut bangkai, memakannya hingga
kenyang perutnya kemudian mereka berpencar."
Hadits ini adalah maudhu'.
Dikeluarkan oleh al-Ajri dalam kitab Tahrim an-Nard wasy-Syathranj
wal-malahi (II/43-Q) dengan jalur sanad dari Sulaiman bin Daud al-Yamami,
dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurarirah
r.a., ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda ..." (hadits di atas).
Menurut Syaikh Al Albani, sanad riwayat
ini sangat dhaif dan penyakitnya karena ada Sulaiman bin Daud al-Yamami.
Tentangnya, adz-Dzahabi menegaskan dalam kitab al-Mizan, "Ibnu
Mu'in mengatakan, 'Sulaiman bin Daud tidak ada harganya.'" Sedangkan Imam
Bukhari menyatakan, "Sulaiman bin Daud mungkar periwayatan
haditsnya." Mengenai hal ini telah berulang kali saya jelaskan bahwa makna
penyataan Bukhari "mungkar periwayatan haditsnya" berarti tidak
dibenarkan meriwayatkan hadits pemberitaannya.
Adapun Ibnu Hibban hanya mengatakan ia
sebagai perawi dhaif, sedangkan para pakar hadits lainnya menyatakan bahwa Sulaiman
bin Daud ditinggalkan periwayatannya.
Kemudian, kami dapatkan al-Hafizh Ibnul
Muhibb al-Maqdisi dengan tulisan tangannya menulis catatan pinggir kitab al-Ajri,
"Ini hadits dhaif."
Menurut Al Albani, bahkan hadits ini
adalah maudhu'. Dan tanda-tanda kepalsuannya sangat nyata karena
penyakitnya, yaitu al-Yamami sebagai perawi tertuduh seperti telah kita ketahui
dari pernyataan Imam Bukhari." Wallahu a'lam.[3]
Hukum Bermain Catur
Setiap permainan yang menjadikan satu
pihak bisa menang dan pihak lain kalah adalah termasuk judi yang diharamkan,
baik menggunakan sarana apa saja seperti catur, dadu dan lain-lainya, yang
dijaman kita ini disebut lotere atau adu nasib, baik yang bertujuan untuk
kebaikan, seperti dana sosial atau yang semata-mata demi mencari keuntungan,
maka semuanya itu termasuk keuntungan yang tidak baik.
Ibnu Sirin berkata bahwa setiap sesuatu
yang mengandung bahaya, maka itu adalah judi. Dalam hal ini Al Alusi
berpendapat bahwa yang tergolong maisir adalah segala macam permainan judi, seperti
dadu, catur dan lain-lain. Adapun permainan dadu, maka telah menjadi ijma atas
haramnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW: " Barang siapa bermain dadu
maka benar-benar telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya"..[4]
Adapun berkenaan dengan bermain catur
sebagaimana disebutkan diatas, maka hadits-hadits yang berkenaan dengan masalah
tersebut adalah maudhu' hanyasaja para ulama mengharamkannya dengan dalil surat
Al Maidah ayat 3.
Sufyan bin Waki' bin Jaroh berkata,
"kata 'azlam' adalah catur." Imam Mujahid berkata, "Apabila
seseorang meninggal dunia, maka akan ditampakan di hadapan teman-teman
duduknya. Suatau hari seorang yang suka bermain catur sedang manghadapi
ajalnya, lantas ditalkinkan atasnya syahadat, namun orang tersebut berkata,
"Skak," lalu ia mati. Lidahnya sudah terbiasa mengucapkan kata-kata
itu selagi ia hidup, sehingga ketika ajal datang ia mengganti kalimat Tauhid
dengan skak." Demikian juga sebagaimana orang-orang yang duduk bersama
para pemabuk.[5]
Adz Dzahabi berkata, "Adapun
tentang catur sebagian besar para ulama mengharamkannya, baik dengan taruhan
atau tidak. Jika dengan taruhan maka termasuk judi tanpa diperselisihkan lagi.
Sedang jika tidak maka diperselisihkan dan para ulama mengangapnya sama."[6]
Termasuk kekeliruan yang dilakukan kaum
muslimin dalam menyambut Id adalah dengan begadang di malam hari, asyik duduk
menyaksikan film-film atau sinetron, permainan-permainan, seperti kartu remi,
domino, catur dan semisalnya.[7]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
pernah ditanya Apakah boleh bermain catur dengan syarat-syarat tidak terus
menerus (kontinyu) tapi hanya pada waktu luang saja. Tidak saling mengejek
Selama pemainan. Tidak melalaikan shalat-shalat wajib ? Beliau menjawab,
"Menurut pendapat yang kuat bahwa permainan catur hukumnya adalah haram
dengan beberapa alasan, yaitu :
- Buah catur tidak ubahnya seperti patung yang memiliki bentuk. Sebagaimana diketahui bahwa memiliki gambar atau patung hukumnya adalah haram, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, "Malaikat enggan memasuki rumah yang didalamnya ada gambar.”[8]
- Permainan tersebut telah condong membuat lalai dari mengingat Allah, maka sehala sesuatu yang dapat membuat lalai dari mengingat Allah adalah haram hukumnya, karena Allah telah menerangkan tentang hikmah dilarangnya khamr, berjudi, berhala, dan mengundi nasib dengan firman Alloh SWT :
$yJ¯RÎ) ßÌã ß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qã ãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$Òøót7ø9$#ur Îû Ì÷Ksø:$# ÎÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtur `tã Ìø.Ï «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ (
Artinya, “Sesungguhnya setan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang. Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)” [Al-maidah
: 91]
Alasan lain yang membuatnya haram
adalah bahwa permainan itu berpotensi menimbulkan permusuhan sesama pemain,
dimana seseorang bisa saja mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya ia
ucapkan kepada saudaranya sesama muslim. Selain itu, permainan catur dapat
membatasi kecerdasan seseorang hanya pada satu bidang saja (hanya dalam
permainan catur saja) dan dapat melemahkan akal sebagaimana yang telah saya
sebutkan diatas.
Konon dikatakan bahwa orang yang tekun
dalam permainan catur, jika mereka terjun ke bidang lain yang membutuhkan
kecerdikan dan kecerdasan, maka kita mendapatkan mereka sebagai orang yang
paling lemah akalnya. Untuk alasan itulah maka permainan catur diharamkan.
Jika permainan catur tanpa menggunakan
uang atau tanpa berjudi saja hukumnya haram, apalagi bila permainan itu
disertai dengan perjudian." Demikian pendapat dari Syaikh Utsaimin.[9]
Lepas dari masalah tempat untuk
bermainnya apakah di masjid atau ditempat lain, para ulama jauh sebelum kita ini
sudah membicarakan sebatas hukum main caturnya saja. Dan sebagaimana biasa dalam
masalah yang tidak ada nash yang sorih, maka pendapat mereka para ulama ahli
fikih tidaklah sama satu dengan yang lainnya. Secara lebih jauh bisa kita
sebutkan beberapa pendapat mereka.
1. Pendapat Pertama : Mereka
yang mengharamkan main catur.
Mereka adalah jumhur ulama dari
kalangan Al-Hanafiyah, Al-Hanabilah dan sebagian riwayat pendapat Imam Malik
ra.
Ulama Al-Hanafiyah menetapkan bahwa
permainan catur itu hukumnya makruh baik main dadu atau catur. Sedangkan bila
permainan itu bercampur dengan unsur judi, atau dilakukan secara rutin atau
bahkan sampai meninggalkan pekerjaan yang wajib, maka hukumnya menjadi haram
secara ijma`.
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa
permainan tersebut tidak ada kebaikan di dalamnya, hingga sampai pada titik
dimana orang yang bermain catur tidak bisa diterima kesaksiannya.
Al-Hanabilah mengatakan bahwa permainan
catur itu hukumnya haram secara mutlak.
2. Pendapat Kedua : Mereka yang
mengatakan makruh
Pendapat ini didukung oleh para ulama
Asy-Syafi`iyyah dan para pengikutnya. Hanya saja Imam Al-Ghazali mengatakan
bahwa hal-hal tersebut menjadi makruh bila dilakukan secara rutin.
3. Pendapat Ketiga : Mereka yang
mengatakan boleh.
Ini adalah pendapat para tabiin besar
seperti dan juga riwayat dari Abi Yusuf dari Al-Hanafiyah dan mereka memberikan
alasan jika permainan itu dimaksudkan untuk melatih otak.
Al-Hafiz Ibnul-Bar berkata bahwa pendapat
jumhur fuqoha tentang catur adalah bahwa orang yang memainkannya tanpa
ada unsur judi dan dilakukan secara tertutup bersama keluarga sekali dalam
sebulan atau setahun dan juga tidak diketahui oleh orang lain maka hukumnya dimaafkan
dan tidak haram atau tidak makruh.
Tapi jika dia melakukannya secara terang-terangan
maka muru`ah dan A`dalahnya jatuh sehinggga mengakibatkan kesaksiannya tidak
diterima. (Lihat At-Tamhid : 13/183 dan Al-Qurtubi : 8/338).
Diantara orang yang memberikan rukhshah
untuk bermain catur selama tidak ada unsur judi adalah : Said bin Musayyab,
Said bin Jubair, Muhammad bin Sirin, Urwah bin Zubair, As-Sya`bi, Al-Hasan
Al-Bashri, Ali bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Ibnu Syihab, Rabi`ah dan Atho`
(Lihat At-Tamhid : 13/181).
Dr. Yusuf Al-Qordhawi dalam kitab Halal
dan Haramnya yang masyhur, beliau berkata, "Di antara permainan yang sudah
terkenal ialah catur. Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang memandang
hukumnya, antara mubah, makruh dan haram. Mereka yang mengharamkan beralasan
dengan beberapa hadis Nabi s.a.w. Namun para pengkritik dan penyelidiknya
menolak dan membatalkannya. Mereka menegaskan, bahwa permainan catur hanya
mulai tumbuh di zaman sahabat. Oleh karena itu setiap hadis yang menerangkan
tentang catur di zaman Nabi adalah hadis-hadis batil (dhaif). [10]
Di kalangan para sahabat sendiri
berbeda dalam memandang masalah catur ini. Ibnu Umar menganggapnya sama dengan
dadu. Sedang Ali memandangnya sama dengan judi. (Mungkin yang dimaksud, yaitu
apabila dibarengi dengan judi). Sementara ada juga yang berpendapat makruh.
Ali bin Abi Tholib berkata, Catur itu
adalah judinya orang-orang a'jam ( selain Arab ). " Suatu ketika beliau
bnerjalan di hadapan orang yang bermain
catur lalu berkata, "Patung-patung apakah yang kalian hadapi ini ?
Seandainya kalian menyentuh bara api samapi p[adam adalah lebih baik dari pada
menyentuh benda ini, Demi Alloh bukan untuk ini kalian diciptakan."
Sedangkan sahabat Ibnu Abbas pernah
diamanahi mengurusi anak yatim dan harta mereka, lalu beliau mendapatkan dalam
rumah itu terdapat catur lalu beliau membakarnya, kalalulah boleh tentu beliau
tidak akan membakarnya. Abu Musa Al Asy'ari berkata, "Orang yang bermain
catur hanyalah orang yang salah."
Ibrohim An Nakho'I berkata,
"Bermain catur adalah terkutuk."[11]
Dan di antara sahabat dan tabi'in ada
juga yang menganggapnya mubah. Di antara mereka itu ialah: Ibnu Abbas, Abu
Hurairah, Ibnu Sirin, Hisyam bin 'Urwah, Said bin Musayyib dan Said bin Jubair.
Inilah pendapat orang-orang kenamaan dan begitu jugalah pendapat saya. Sebab
menurut hukum asal, sebagaimana telah kita ketahui, adalah mubah. Sedang dalam
hal ini tidak ada satu nas tegas yang menerangkan tentang haramnya. Dan pada
catur itu sendiri melebihi permainan dan hiburan biasa. Di dalamnya terdapat
semacam olah raga otak dan mendidik berfikir. Oleh karena itu tidak dapat
disamakan dengan dadu. Dan justru itu pula mereka mengatakan: yang menjadi ciri
daripada dadu ialah untung-untungan (spekulasi), jadi sama dengan azlam. Sedang
yang menjadi ciri dalam permainan catur ialah kecerdasan dan latihan, jadi sama
dengan lomba memanah.
Namun tentang kebolehannya ini
dipersyaratkan dengan tiga syarat :
1. Tidak boleh menyebabkan tertundanya
shalat
2. Tidak boleh bercampur dengan unsur
judi
3. Bisa menjaga lisannya ketika sedang
bermain untuk tidak bicara kotor atau membicarakan orang dan yang sejenisnya.
Kalau ketiga syarat ini tidak dapat dipenuhinya, maka dapat
dihukumi haram.[12]
Imam
Asy Syafi'i pernah ditanya oleh seseorang, "Hai
Imam Syafi’i, kamu membolehkan manusia bermain catur padahal
Rasulullah saw telah bersabda, 'Tidak menyukai permainan catur kecuali
seorang penyembah berhala.'[13]
Demikian Imam Asy Syafii, bahkan beliau
membolehkan permainan catur dengan syarat-syarat, bila permainan catur tanpa
pertaruhan, tanpa omongan yang melampaui batas dan tidak sampai melalaikan
shalat, maka tidak haram dan tidak termasuk maisir (judi), karena judi ditandai
adanya pembayaran uang atau pengambilan uang, sedang hakekat permainan catur
tidak demikian, maka ia tidak termasuk judi.[14]
Imam An Nawawi pernah ditanya tentang boleh
dan tidaknya, dosa atau tidak bermain catur, beliau menyebutkan bila dalam
permainan menyebabkan hilangnya kesempatan untuk menunaikan sholat, atau
disertai dengan taruhan maka hukumnya menjadi haram, jika tidak maka makruh,
demikian pendapoat Asy Syafi'I sedang menurut pendapat lainnya tetap haram.[15]
Dengan ketatnya pendapat ulama tentang
masalah main catur ini, apalagi para ulama dahulu sering mengaitkannya dengan
muruah dan `adalah seseorang, yaitu kehormatan / nama baik dan keadilan.
Sehingga bisa menggugurkan level kebolehannya untuk bisa diterima kesaksiannya
di depan sidang pengadilan. Terlebih lagi bermain catur di dalam masjid, maka
hal ini sangatlah tidak layak karena bermain catur di masjid jelas merusak
kehormatan masjid itu sendiri dan lebih baik baiknya untuk dihindari. [16]
Demikian bermain catur secara umum,
terlebih dilakukan di masjid. Maka dalam hal ini Alloh SWT telah berfirman :
Îû BNqãç/ tbÏr& ª!$# br& yìsùöè? t2õãur $pkÏù ¼çmßJó$# ßxÎm7|¡ç ¼çms9 $pkÏù Íirßäóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur ÇÌÏÈ ×A%y`Í w öNÍkÎgù=è? ×ot»pgÏB wur ììøt/ `tã Ìø.Ï «!$# ÏQ$s%Î)ur Ío4qn=¢Á9$# Ïä!$tGÎ)ur Ío4qx.¨9$# tbqèù$ss $YBöqt Ü=¯=s)tGs? ÏmÏù ÛUqè=à)ø9$# ã»|Áö/F{$#ur ÇÌÐÈ ãNåkuÌôfuÏ9 ª!$# z`|¡ômr& $tB (#qè=ÏHxå NèdyÌtur `ÏiB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ä-ãöt `tB âä!$t±o ÎötóÎ/ 5>$|¡Ïm ÇÌÑÈ
Artinya, "(Mereka yang
mendapat pancaran nur Ilahi) adalah bertasbih
kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan
disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang laki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang.. (Meraka
mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka
(dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan
supaya ALlah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada
siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." ( Q.S An Nuur : 36-38 )
Kesimpulan :
Para
Ulama berbeda pendapat dalam hal hukum bermain catur, kebanyakan dari mereka
adalah mengharamkannya dengan menyamakannya dengan permainan dadu dan atau
selainnya yang baik dilakukannya untuk berjudi atau tidak. Adapun yang
membolehkan permainan catur adalahdengan syarat-syarat yang telah disebutkan
oleh para ulama diatas.
Wallahu A`lam
Bish-Showab,
Daftar Maroji' :
- Al-Fiqh al-lslami wa Adillatuh, DR. Wahbah Az Zuhaili, CET 4 TAHUN 1418 / 1997 Darul Fikr wal Ma'ashir, Beirut, Suriyah
- Imam Adz Dzahabi, Al Kabaair wa yaliihi Al mahrumat wal manhiyat, cet 4 tahun 1416, Daar Ibnul Mubarok, Saudi Arabia
- Imam Adz Dzahabi, Al Kabaair, ( Edisi Arab ), tanpa tahun Dinamika Utama Jakarta & Edisi Indonesia; Dosa-dosa Besar cet 1, pustaka Arofah, Solo
- Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Al Halal wal Harom; Edisi Indonesia Halal dan Haram dalam Islam, penerjemah Mu'ammal Hamidy, cetakan tahun 1993 Penerbit PT. Bina Ilmu, Surabaya
- Muhammad Nashruddin al-Albani, Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah (Edisi Indonesia; Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu', Penterjemah: A.M. Basamalah, Penyunting: Drs. Imam Sahardjo HM., Cetakan 1, tahun 1994, Gema Insani Press, Jakarta
- Imam Muslim An Naisaburi, HADITS SHAHIH MUSLIM (Edisi Indonesia; Terjemahan Hadits "Shahih Muslim", Penterjemah : Ma'mur Daud, Pentashih : Syekh H. Abd. Syukur Rahimy, Cetakan kelima, Thn 2003, Penerbit Fa. Widjaya, Jakarta
- Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq Jakarta.
- Syaikh Ibn Utsaimin, Al-As’ilah Al-Muhimmah, Mamalakah Aroniyah Su'udiyah, Arab SAudi
- Syariahonline.com, Pusat Konsultasi Syariah, Office : TB Simatupang 12 A Lenteng Agung Jagakarsa Jakarta Selatan Indonesia, telp. (62-21) 78847267 fax. (62-21) 78847268
- www.al-shia.com
- www.assofwa.or.id
[1] Imam Muslim, Sohih
Muslim; Edisi Indonesia Terjemahan Hadits "Shahih Muslim" Penterjemah
: Ma'mur Daud hadits no. (2107)
[2] Muhammad Nashruddin
al-Albani, Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi'
fil-Ummah ( Edisi Indonesia;
Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu', penterjemah: A.M. Basamalah,
Hadits No. 1145)
[3] Muhammad Nashruddin
al-Albani, Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi'
fil-Ummah ( Edisi Indonesia;
Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu', penterjemah: A.M. Basamalah,
Hadits No. 1146
[4] lihat Ruhul Ma'ani,
Al Alusi, II halaman 114
[5] Adz Dzahabi, Al
Kabair, masalah no.58
[6] ibid
[7] Sumber: Brosur berbahasa Arab tentang Hari Raya, ditulis
oleh Hamud bin Abdul Aziz al-Shaigh.www as-sofwa.or.id
[8] Al-bukhari dalam bab Bad’u Al-Khalqi 2336 ;
Muslim dalam bab Al-Libas 85-2106
[9] Syaikh Ibn
Utsaimin, Al-As’ilah Al-Muhimmah, hal. 17,
[10] Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan
Haram dalam Islam halaman 410
[11] Dari kitab Al Kabair bab nard wa nardasyir
[12] Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan
Haram dalam Islam halaman 410
[13] al-Fiqh al-lslami wa Adillatuh, jld. 5, hal.
566.juga dapat dilihat dalam Al-Umm, asy-Syafi’i, jld. 6, hal. 208.
[14] lihat Ruhul Ma'ani,
Al Alusi, II halaman 114
[16] email
info@syariahonline.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar