I) Adapun hukum menikahi muslimah bagi laki-laki musyrik, dan
kafir tidak boleh secara mutlak termasuk di dalamnya ahlul kitab, berdasarkan
firman Allah l dalam surat al-Baqarah dan Surat al-Muntahanah.
Allah l berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan merek; maka jika kamu telah mengetahui mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan Janganlah kamu tetap perpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Q.S al-Muntahanah: 10)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan merek; maka jika kamu telah mengetahui mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan Janganlah kamu tetap perpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Q.S al-Muntahanah: 10)
Allah
l berfirman:
Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahikan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesunggunya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Q.S al-Baqarah: 221)
Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahikan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesunggunya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Q.S al-Baqarah: 221)
Maka dari dua ayat inilah, pada asalnya
Allah l mengharamkan pernikahan seorang muslim dengan
wanita kafir, dan pernikahan orang kafir denga wanita muslimah serta bahayanya
seorang muslimah kembali kepada negara syirik setelah dia keluar darinya karena
dia tidak boleh tinggal di dalamnya. Kemudia setelah itu Allah l memberikan
penjelasan yang ada pada surat
al-Baqarah tentang diharamkannya pernikahan seorang muslim dengan wanita
musyrik atau pernikahan seorang wanita muslimah dengan laki-laki musyrik.
Hal ini diperkuat sabda Rasulullah n yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dari ‘Atha’, beliau berkata: “Orang-orang musyrik itu berada berada didua persimpangan dari Nabi Shallallaahu ‘laihi wa sallam dan orang-orang mukmin, orang-orang musyrik suka berperang, mereka membunuh orang-orang mukmin dan Nabi, dan orang-orang musyrik juga suka genjatan senjata, mereka tidak membunuhnya.”
Akan tetapi sebelumnya dan sebelum turun ayat tentang diharamkannya kita mengambil perwalian terhadap orang-orang musyrik. Orang-orang muslim melakukan pernikahan dengan orang-orang musyrik begitu juga sebaliknya.
Oleh karenanya Allah l menurunkan ayat tentang diharamkannya atas seorang muslim menikahi wanita musyrik, sebagaimana diharamkan seorang musyrik menikahi wanita muslim. Dan akhirnya Allah l menurunkan ayat dalam surat al-Maidah ayat 5 yang menjelaskan dihalalkannya seorang muslim menikahi wanita ahlul kitab. Dan kalau hal ini dihukumi sebagaimana diharamkannya seorang ahlul kitab menikahi seorang muslimah, maka tentunya Allah l menjelaskannya secara gamblang dan jelas.
Hal ini diperkuat sabda Rasulullah n yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dari ‘Atha’, beliau berkata: “Orang-orang musyrik itu berada berada didua persimpangan dari Nabi Shallallaahu ‘laihi wa sallam dan orang-orang mukmin, orang-orang musyrik suka berperang, mereka membunuh orang-orang mukmin dan Nabi, dan orang-orang musyrik juga suka genjatan senjata, mereka tidak membunuhnya.”
Akan tetapi sebelumnya dan sebelum turun ayat tentang diharamkannya kita mengambil perwalian terhadap orang-orang musyrik. Orang-orang muslim melakukan pernikahan dengan orang-orang musyrik begitu juga sebaliknya.
Oleh karenanya Allah l menurunkan ayat tentang diharamkannya atas seorang muslim menikahi wanita musyrik, sebagaimana diharamkan seorang musyrik menikahi wanita muslim. Dan akhirnya Allah l menurunkan ayat dalam surat al-Maidah ayat 5 yang menjelaskan dihalalkannya seorang muslim menikahi wanita ahlul kitab. Dan kalau hal ini dihukumi sebagaimana diharamkannya seorang ahlul kitab menikahi seorang muslimah, maka tentunya Allah l menjelaskannya secara gamblang dan jelas.
II) Sebab-sebab di
haramkannya
Pertama: Agar wanita muslimah tidak terjerumus
kepada kekafiran karena sang lelaki akan mengajaknya kepada dienya dan
tabiatnya bahwasanya sang wanita akan mengikuti dien suaminya yang berada dalam
kekafiran [1]
Kedua: Berdasarkan firman Allah l [Qs.Al-Baqarah:221]yaitu
mereka mengajak para wanita –wanita mukminah kepada kekafiran dan mengajak
kekafiran berarti mengajak sang wanita ke neraka ,dan lelaki memliki kekuasa’an
atas wanitanya ,dn anak-anak mereka akan mengikuti milah bapaknya yang tentunya sang anak akan di
giring oleh bapaknya mengikutinya ke neraka dan Allah l menutup celah-celah
itu semuanya sebagaimana firman Allah l :
`s9ur @yèøgs ª!$# tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 n?tã tûüÏZÏB÷sçRùQ$# ¸xÎ6y ÇÊÍÊÈ
"Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada
orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.(Qs.An-Nissa:141)
ketiga: lelaki Ahlul kitab tidak akan mau mengerti tentang dien ini
tapi mereka akan mendustakan kitab suci Al-qur’an bahkan mereka akan
menghinakannya,dan banyak lagi perselisihan yang dikhawatirkan akan terjadi
yang ini semua akan menjadi faktor terbesar dalam merusak rumah tangga
seseorang
ke'empat:
karena wanita bersifat reaksioner dan juga di dalam dirinya
terdapat sifat siap mendengarkan lebih banyak dari sifat membentuk ,ia juga
sangat cepat menerima pengaruh lelaki dan pengaruh lingkungannya .dan dalam
kehidupan berkeluarga ,umumnya tuduk kepada lelaki oleh karena itu apabila ia
kawin dengan seorang lelaki non muslim di khawatirkan kemungkinan terkecilnya
sembilan puluh persen akan terputus dari islam dan peradabannya sampai
selamanya . dan juga di khawatirkan sebesar seratus persen keturunan yang ia
lahirkan akan berada dalam agama kekafiran. [2]
& Kesimpulannya
:
Para
ulama telah besepakat akan keharamannya, bagi wanita muslimah menikahi lelaki
Ahlul kitab dan inilah pendapatnya jumhur yang paling rajih.
wassallam
Referensi:
1. Tafsir
Al-Quranul Azim , Ibnu katsir, Dar fay'ha, Damaskus, Cet ke 2, Th : 1418
H/1998.
2. Tafsir
Ath-Thabari, Ibnu Jarir Ath-Thabari
3. Tafsir
Ad-Durur Al-Mansur fie Tafsir Al-Ma'sur , Jalaluddien As-Suyuti, Dar Al-fikr, Beirut, Cet Th ; 1914H/1993M.
4. Taysirul
Al-karimi Ar-Rahman fie kalami Al-Manan, Abdurrahman As-Sa'die, Muasasah Ar-Risalah , Cet 1 , Th :1421H/2000M
5. Zubdatu
At-Tafasir min fathul Qadir, Sulaiman Al-Asqar, Dar fayha, Damaskus , Cet 5, Th:
1414H/1994 M.
6. Tafsir
fie Zilali Al-Qur'an, Said Quthb, Dar As-Syuruk, Beirut, Cet 5, Th : 1408H/1988 M
7. Tafsir
Fahrurazi, Imam Fahrurazi, Dar fikr , Beirut,
Th :1415 H/1995M.
8. Majmu
Fatawa, Ibn At-Taimiyah, Dar Al-Wafa'a, Riyadh,
Cet 2 Th : 1419H/1998 M.
9. Majmu
fatawa Maqalat al-Mutanawiah, Syekh ibn Abdul Aziz bin Baz.
10. Fiqh Al-Islam
wa Ad-dilatuhu, Dr. Wahbah Az-Zuhaily, Dar fikr, Damaskus , Cet ke 4, Th :
1418H/1997 M
11. Fiqh
As-Sunnah , Sayid Sabiq, Dar Fikr, Beirut,
Cet ke 4, Th :1403H/1983 M.
12. Rawa'iul
Bayaan Tafsirul Ayat Al-Ahkam, As-Shobuni, Maktabah Ghozali, Damaskus, Cet ke
3, Th: 1400H/1980 M.
13.
Fiqh wanita, Syekh Muhammad Kamil Uwaidah, Pustaka Al-kautsar, Indonesia
, Cet ke1, Th :1998M
14.
Jariamah Az-zawaaj bighairil Muslimat (apa bahayanya menikah
dengan wanita non-muslim), Abdul Muta'al al-jabri, Gema insani press, Indonesia,
Cet I, Muharram 1424 H/Maret 2003M.
15.
Syarhul Mumti'e , Syekh Utsaimin.
16.
Az-Zawaj bighoiril Muslimin, Syekh Hasan khalid (menikah dengan
non- Muslim), Pustaka Al-Sofwa , Cet ke1, Th: 2004.
17.
Halal wal Haram , Yusuf Qordhowi.
18.
Kamus Al-Munawir , A.W.Munawir, Pustaka Progresif, Cet ke
25,Th :2002
19.
Kamus Lisân
al-’Arab, Ibn Manzhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar